Laman

Jumat

EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN REALITAS


Hukum sering kita jumpai dalam berbagai kegiatan yang ada didunia. Namun, kita akui bahwa hukum di indonesia pada kenyataannya masih sangatlah lemah. Hukum sering ditegakkan bagi orang miskin namun bagi orang yang mempunyai jabatan atau mempunyai uang hukum tidaklah berlaku. Hukum diadakan untuk ditaati bersama agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan dan keadilan bagi siapapun. Ekonomi di indonesia saat ini berjalan dengan kacau akibatnya tujuan dan cita-cita tidak terwujudkan dengan baik karena diakibatkan dengan terus melonjaknya harga kenaikan sembako dan tidak berjalan dengan lurus antara hukum dengan realita dalam ekonomi yang ada di indonesia.       
Jika kondisi hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.

EKONOMI INDONESIA DALAM HUKUM

Dalam kegiatan ekonomi, hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Semua perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak mungkin terjadi apabila manusia tidak mempunyai kesempatan dan keluasan untuk berpikir dan berkreasi. Karenanya diperlukan berbagai bentuk aturan yang mengatur bagaimana manusia agar bisa melaksanakan kegiatannya dengan aman, tidak saling mengganggu atau bahkan saling menghancurkan sehingga kesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi terhambat.
Dalam pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada perkembangan Hukum dan Perkembangan bidang ekonomi yang keduanya tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa dilandasi oleh Peraturan Perundangan undangan yang baik. Pengaturan hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi pembangunan ekonomi.
Seperti diketahui bahwa Landasan atas hukum ekonomi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan juga landasan filosofis Indonesia. Artinya, pancasila sebagai dasar dan tujuan setiap peraturan perundang-undangan dan tentu saja mengatur perekonomian suatu negara. Selain Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga dijadikan sebagai dasar hukum.
Di era sekarang, masuknya investasi dalam suatu negara berkembang khususnya Indonesia merupakan salah satu peranan yang sangat signifikan dalam memacu pembangunan ekonomi. Karena di negara-negara berkembang kebutuhan akan modal pembangunan yang besar selalu menjadi masalah utama dalam pembangunan ekonomi. Sehingga diantara negara-negara berkembang yang menjadi perhatian bagi investor adalah tidak hanya sumber daya alam yang kaya, namun yang paling penting adalah bagaimana hukum investasi di negara tersebut dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha.
Disinilah hukum merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan perlindungan hukum yang diberikan suatu negara bagi kegiatan penanaman modal. Sehingga melalui sistem hukum dan peraturan hukum yang dapat memberikan perlindungan, akan tercipta kepastian (predictability), keadilan (fairness) dan efisiensi (efficiency) bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
Pertumbuhan penanaman modal tersebut (investasi langsung) terus berlangsung hingga tahun 1996 seiring dengan berbagai kebijakan liberalisme dibidang keuangan dan perdagangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Namun pertumbuhan investasi tersebut mengalami kemerosotan yang berujung dengan terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1997 yang menjadi krisis multidensional yang berpengaruh terhadap stabilitas politik. Pengaruh perekonomian ini menjadi tantangan bagi perumusan kebijaksanaan nasional, dunia ekonomi dan pelaku ekonomi.
Dampak ini lebih terasa lagi setelah arus globalisasi ekonomi semakin dikembangkannya prinsip liberalisasi perdagangan (trade liberalization) yang telah diupayakan secara bersama-sama oleh negara-negara di dunia dalam bentuk kerjasama ekonomi regional, seperti North American Free Trade (NAFTA), Single European Market (SEM), European Free Trade Agreement (EFTA), Australian-New Zealand Closer Economic Relation and Trade Agreement (ANCERTA), ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Econimic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO).

 EKONOMI INDONESIA DALAM REALITAS

Krisis Ekonomi 1998 menyebabkan krisis politik yang menggulingkan Rezim “the Smiling General”, presiden Soeharto. Kondisi krisis 1998 menyebabkan perbankan mengalami kesulitan likuidasi. Hal ini sebenarnya memungkinkan pemerintah dan BI, sesuai UU, untuk mengenakan stop kliring (dimatikan). Tetapi opsi tersebut tidak diambil karena tidak realities dalam kondisi krisis. Karena keadaanya illiquid bukan insolvent maka sesuai dengan kesepakatan IMF dicairkanlah paket kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kemudian juga pemerintah menyubtik dana rekapitulasi perbankan dan restrukturisasi perbankan dan program penyehatan perbankan lainnya.
Menurut beberapa kajian, Negara-negara yang mengalami krisis perbankan memang rata-rata tingkat pengembaliannya hanya sebesar 20-30 %. Begitu juga Indonesia, hanya sekitar 26% dari asset. Ini bearti sekitar 74% biaya recovery krisis ditanggung oleh pemerintah. selain itu, besaran biaya masing2 negara2 berbeda – beda. Indonesia, untuk sekadar gambaran relative, kita, biaya krisis dari 1997-2000 adalah 650 trilliun sedangkan untuk tahun 2000 saja, PDB kita hanya 1282 trilliun, sebelumnya bahkan lebih kecil. itu kalau dibandingkan dengan PDB (penjumlahan transaksi barang dan jasa secara agregat makro), belum lagi jika dibandingkan dengan penerimaan Negara yang hanya Rp.204,9 Trilliun. Ini mengapa biaya krisis yang dikeluarkan ternyata terlampau besar dan melebihi dari yang selayaknya kita keluarkan. Kita belum menghitung Potential loss.
Kondisi Perbankan setelah kontraksi perekonomian 1998 masih belum optimal dibuktikan dengan Angka LDR bank umum sebesar 66,3% pada tahun 2007 dinilai masih belum optimal. Kondisi normalnya adalah antara 85-100%.
Dengan lahirnya globalisme, Indonesia dipaksa untuk terjun ke dalam perdagangan bebas akibatnya pasar tradisional pun terancam dikarenakan banyaknya perusahaan asing yang mendirikan swalayan ternama sehingga masyarakat lebih tertarik untuk pergi ke swalayan tersebut dibandingan pasar tradisional. Di tambah lagi dengan budaya masyarakat kita yang konsumtif, budaya yang membius kita semua untuk komsumsi berlebihan dengan tidak memikirkan kedepannya dan orang lain.

Sumber :
- http://brampitt.blogspot.com/2011/02/realita-perekonomian-indonesia_15.html
- http://rakaaldiwanto.blogspot.com/2015/04/ekonomi-indonesia-dalam-perspektif.html
- https://eyash.wordpress.com/2009/04/24/realita-ekonomi-indonesia/
- http://download.portalgaruda.org/article.php?article=176307&val=310&title=PERSPEKTIF%20HUKUM%20SEBAGAI%20LANDASAN%20PEMBANGUNAN%20EKONOMI%20DI%20INDONESIA%20(SEBUAH%20PENDEKATAN%20FILSAFAT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar