Selasa

Pengembangan Ekonomi Kreatif yang Positif

Definisi Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreatifitas dengan mengandalkan ide dan keluasan pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi akan didukung oleh jalannya industri kreatif. Apa itu definisi Industri Kreatif?

Definisi Industri Kreatif
Industri kreatif adalah kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait penciptaan atau pembuatan satu benda atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Di Eropa industri kreatif lebih dikenal dengan sebutan ‘Industri Budaya’.

Industri Kreatif Menurut Kementrian Predagangan
Kementrian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Menurut Howkins
Howkins: Ekonomi Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, Penelitian dan Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan, Televisi dan Radio, dan Permainan Video. Saat ini industri kreatif berjalan semakin luas dan memiliki pilar-pilar kuat di masing-masing bidang karena memang mengusung kreativitas pelaku bisnis tersebut.
Semoga penjelasan ekonomi kreatif dan industri kreatif di atas menambah wawasan Anda tentang istilah ekonomi secara umum

Karakteristik Industri Kreatif
Industri kreatif memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
Kreatifitas sebagai asset.
Kebebasan adalah prakondisi bagi kemungkinan berkembangnya kreatifitas.
Dampak berkembangnya kreatifitas tidak saja dalam bidang ekonomi, tetapi juga social politik budaya.
Perubahan gaya hidup memengaruhi perubahan dunia kini.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat mendorong berkembangnya ekonomi kreatif.
Bidang industri kreatif: dunia grafis, fotografi, ilustrasi, seni, desainer grafis, dll.
Charles Landry dalam The Creative City (2000) menyebutkan bahwa Inggris adalah pelopor dalam industri kreatif.
Faktor-faktor yang menjadi penggerak ekonomi kreatif (selain factor yang bersifat personal dan kolektif, dibutuhkan lingkungan yang stimulatif, aman, dan bebas dari gangguan dan kecemasan):
  • Faktor konkret: tersedianya institusi pendidikan yang memadai. 
  • Faktor lain (aspek-aspek yang lebih tak teraba): sistem nilai, gaya hidup, serta bagaimana seseorang mengidentifikasi diri dengan kotanya.

Jenis-Jenis Ekonomi Kreatif
Berikut adalah 15 Jenis-Jenis Ekonomi Kreatif:
1) Periklanan (advertising): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan, yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu. Meliputi proses kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media periklanan luar ruang, produksi material periklanan, promosi dan kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan periklanan di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan media reklame sejenis lainnya, distribusi dan delivery advertising materials or samples, serta penyewaan kolom untuk iklan;
2) Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh, baik dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan sejarah, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal;
3) Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni dan sejarah yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film;
4) Kerajinan (craft): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal);
5) Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan;
6) Fesyen (fashion): kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
7) Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi atau festival film;
8) Permainan Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9) Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
10) Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan wayang, balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung, dan tata pencahayaan;
11) Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya;
13) Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran radio dan televisi;
14) Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen. (Lihat, Prof.Dr.Faisal Afiff, Se.Spec.Lic, Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif, 2012)

Alasan Ekonomi Kreatif dibutukan di Indonesia
Alasan mengapa Indonesia perlu mengembangkan ekonomi kreatif antara lain karena ekonomi kreatif  berpotensi besar dalam:
  • Memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, 
  • Menciptakan Iklim bisnis yang positif, 
  • Membangun citra dan identitas bangsa, 
  • Mengembangkan ekonomi berbasis kepada sumber daya yang terbarukan, 
  • Memberikan dampak sosial yang positif.
Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis,  peningkatan ekonomi, dan juga berdampak para citra suatu kawasan tersebut. Dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif pada kota-kota di Indonesia, industri kreatif lebih berpotensi untuk berkembang pada kota-kota  besar atau kota-kota yang telah “dikenal”. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan juga tersedianya jaringan pemasaran yang lebih baik dibanding kota-kota kecil. Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan kota-kota kecil di Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Bagi kota-kota kecil, strategi pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan landmark kota atau kegiatan sosial seperti festival sebagai venue untuk mengenalkan produk khas daerah. Salah satu contoh yang cukup berhasil menerapkan strategi ini adalah Jember dengan Jember Fashion Carnival. Festival yang digelar satu tahun sekali tersebut mampu menarik sejumlah turis untuk berkunjung dan melihat potensi industri kreatif yang ada di Jember.

Permasalahan dan Tantangan
Salah satu permasalahan terkait kebijakan ekonomi kreatif di Indonesia adalah bahwa sektor ini diletakkan pada lingkup kegiatan ekonomi, bukan pada lingkup kegiatan industri. Akibatnya menjadi bermakna lain.
Sebagaimana diketahui, industri berbeda dengan ekonomi. Ekonomi bermakna luas, sedangkan industri lebih spesifik. Industri memiliki karakter antara lain, kegiatan produksi yang memiliki nilai tambah, hasil produksi dapat dilakukan secara massal dengan cepat dan akurat, proses produksi melibatkan mesin dan ilmu pengetahuan, memiliki sasaran pelanggan yang terukur, dan dapat dilakukan inovasi produksi secara terus menerus. Pada intinya, industri terkait dengan efesiensi, fungsi organisasi produksi mapun pemasaran, ketepatan waktu produksi maupun delivery, kecepatan, kapasitas produksi, dan efektivitas. Hal ini berbeda dengan kegiatan ekonomi yang bersifat non industri bersifat tradisional yang berdasarkan keterampilan tangan. Faktor individu sangat menentukan.
Kembali kepada persoalan, mana lebih tepat ekonomi kreatif atau industri kreatif, hal itu tergantung pada orientasinya. Jika orientasi kebijakannya hanya untuk membina potensi atau merawat potensi kreatif penduduk Indonesia sehingga bernilai ekonomi, maka ekonomi kreatif sebagai nomenklatur dalam suatu struktur pemerintahan, menjadi relevan. Akan tetapi, bila orientasinya tidak sekedar menumbuhkan potensi ekonomi dari kegiatan kreatif penduduk, namun lebih jauh untuk menggenjot kegiatan kreatif penduduk menjadi suatu industri tersendiri yang kuat dan besar yang mampu menyumbangkan PDB yang signifikan, maka tentu saja yang tepat adalah dengan menggunakan nomenklatur industri kreatif. Berbicara tentang industri, maka unsur-unsur dan karakteristik industri dalam kegiatan produksi, haruslah dijaga dan dikembangkan sehingga lebih adaptif, inovatif, positif serta efesien dan efektif. Apa yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap industri kreatif mereka yeng melahirkan produk kreatif seperti Boyband-boyband mereka yang mendunia ataupun Gangnam Style, merupakan inspirasi yang bagus untuk dipelajari dan diselaraskan dengan konteks industri kreatif dalam negeri. Yang lebih menarik lagi, Korea dengan pintar memanfaatkan kolaborasi antar unsur industri mereka yang telah mendunia, seperti LG, untuk memasarkan ke luar negeri produk-produk industri kreatif negara itu. Belum beberapa tahun berselang, LG pernah mensponsori kedatangan dan penampilan boyband dari negeri ginseng itu ke Jakarta. Tentu saja yang terangkat tidak saja boyband asal Korea tersebut tapi juga LG sebagai produsen produk-produk elektronik.
Sejauh ini, Indonesia masih menggunakan nomenklatur ekonomi kreatif. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memetakan beberapa kendala terkait pengembangan ekonomi kreatif seperti yang tercantum dalam Renstranya. Kendala-kendala yang dihadapi tersebut antara lain,
  1. Pengembangan industri kreatif belum optimal, terutama disebabkan kurangnya daya tarik industri, adanya posisi dominan usaha kreatif, model bisnis industri kreatif yang belum matang, serta risiko usaha yang harus dihadapi; 
  2. Pengembangan konten, kreasi, dan teknologi kreatif belum optimal, terutama disebabkan infrastruktur internet belum memadai, infrastruktur gedung pertunjukan belum memenuhi standar, mahalnya mesin produksi, mahalnya piranti lunak penghasil produk dan jasa kreatif, kurangnya riset konten, dan kurangnya aktivitas pengarsipan konten; 
  3. Kurangnya perluasan dan penetrasi pasar bagi produk dan jasa kreatif di dalam dan luar negeri, terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi terhadap kreativitas lokal, kurangnya konektivitas jalur distribusi nasional, terkonsentrasinya pasar luar negeri, tingginya biaya promosi, belum diterapkannya sistem pembayaran online, dan rendahnya monitoring terhadap royalti, lisensi, hak cipta; 
  4. Lemahnya institusi industri kreatif, terutama disebabkan oleh belum adanya payung hukum yang mengatur tata kelola masing-masing subsektor industri kreatif; iklim usaha belum cukup kondusif, apresiasi yang rendah dan pembajakan yang tinggi, dan transaksi elektronik belum diregulasi dengan baik; 
  5. Minimnya akses pembiayaan pelaku sektor ekonomi kreatif, terutama disebabkan belum sesuainya skema epmbiayaan dengan karakteristik industri kreatif yang umumnya belum bankable, high risk high return, cash flow yang fluktuatif, serta aset yang bersifat intangible; dan 
  6. Pengembangan sumber daya ekonomi kreatif belum optimal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, antara lain masalah kelangkaan bahan baku, kurangnya riset bahan baku, kesenjangan antara pendidikan dan industri, serta standardisasi dan sertifikasi yang belum baik.

Peran Pemerintah dalam Industri Kreatif dan Ekonomi Kreatif
Salah satu sektor industri kreatif yakni desain grafis. Lebih sempit lagi bidang animasi. Merujuk pada tujuh program/agenda nasional 2009 ini, pemerintah mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif 2009. Krisis yang menerpa Asia pada 1998 dan ancaman ekonomi global pada tahun ini sebenarnya justru menjadi peluang bagi penggerak sektor ekonomi kreatif. Mengutip pendapat Mira Lesmana, produser beberapa film laris tanah air, bahwa sepanjang sejarah dunia, industri perfilman selalu berkembang pada saat krisis. Kebutuhan orang mencari hiburan tidak akan berkurang. (Kompas, 31 Desember 2008)
Sebagai salah satu contoh kegiatan ekonomi kreatif, perfilman selama tahun 2008 ini berkembang sangat pesat. Bahkan menurut Kompas (31 Desember 2008), pangsa film Indonesia berhasil merebut 58% penonton bioskop tanah air. Artinya sebuah peluang yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Bukan saja bagi pemilik modal, namun juga bagi seluruh komponen yang terlibat di dalamnya, seperti: sekolah perfilman, kru film, industri bioskop, pusat belanja, media, entertainment, penerbitan, juga bidang yang lainnya.
Jenis kegiatan ekonomi/industri kreatif lainnya yakni pemasaran melalui internet (online). Penjualan, promosi, dan transaksi melalui media internet merupakan teknik yang berkembang cukup maju semenjak booming internet melanda dunia. Di China, menurut Kompas (31 Desember 2008), terdapat sekitar 200 juta penduduknya diperkirakan sudah paham mengenai tekni promosi lewat internet. Adapaun di Indonenesia, baru sekitar 25 juta orang paham tentang internet. Padahal bisnis melalui internet ini menjanjikan dan menawarkan alternatif wirausaha lainnya selain secara konvensional dengan berbagai keuntungan. Misalnya: tidak terikat waktu, biaya lebih murah, melibatkan keterlibatan (aksesibilitasnya luas), masiv, cepat, serta melibatkan banyak sumber daya manusia dari teknisi, supplier, divisi kreatif, desainer, information broker, dan lain sebagainya.

Sumber: